Kadang-kadang saya kasian kepada Udang. Hal-hal yang
buruk dari manusia selalu diserupakan kepada udang. Salah apa ya makhluk ini?
Dosa apa, kok udang harus serupa dengan orang yang disebut bungkuk udang.
Mengapa orang yang punya niat tidak lurus, kok disebut ada udang dibalik batu.
Yang lebih parah, manusia bebal, disebut pula otak udang. Apakah memang tidak
ada otak di kepala udang? Konon, otak seekor udang berada di punggungnya,
wallahu alam.
Di atas meja makan saya ada sebuah akuarium kecil, hadiah
dari anak saya. Aquarium itu buatan luar negeri dengan desain yang kompak dan sangat
bagus. Bentuknya hampir seperti kubus. Kaca tepi-tepinya melengkung tanpa ada
sambungan. Semua peralatan filter, pompa berada di bagian belakang, sehingga
yang muncul dari belakang kotak aquarium tersebut hanya seutas kabel listrik
baik untuk lampu LED yang terpasang diatas aquarium, maupun untuk mencatu arus
listrik ke pompa airnya.
Selain tumbuhan hidup di dalam aquarium tersebut, saya
juga memiliki empat ekor udang kecil. Tiga ekor udang berwarna merah dan seekor
berwarna putih. Hidup juga beberapa ekor ikan kecil yang lincah. Udang-udang
itu awet, sudah beberapa bulan bertahan hidup. Sedang ikan-ikannya justru
sering hilang atau mati dan saya kadang-kadang harus menggantinya.
Makanan ikan dan udang itu adalah cacing kering, yang
banyak di jual di toko ikan. Biasanya saya cuil-kan sedikit cacing kering dan
saya letakan di permukaan air. Cacing itu akan mengambang di sekitar pusaran
air dari mulut pompa. Pada daerah itu arus air lumayan besar, sehingga
ikan-ikan itu hanya mampu sekejab menggigit umpan dan segera kembali kebalik
air yang tenang. Dua-tiga kali makanan di sambar ikan, cacing kering itu akan
buyar berserakan terdorong oleh arus air. Setelah cacing ambyar menjadi
serpihan-serpihan kecil, barulah ikan-ikan itu dengan mudah menyantapnya.
Akan halnya dengan udang, mereka tidak segesit ikan.
Udang tidak memiliki sirip yang kuat, alat berenangnya hanyalah kaki-kaki
kecilnya yang lucu bersama-sama seirama mendayung kedepan. Udang tidak mampu
melawan arus. Bila ia memasuki daerah yang berarus deras, langsung ia terseret
arus tidak berdaya. Udang tidak mampu berenang cepat dan menyambar makanan.
Bila saat pakan tiba, udang-udang itu biasanya hinggap di
ujung tanaman atau justru nongkrong di mulut keluar pompa air. Pada area itu
arus air tidak besar. Dengan sabar mereka menunggu makanan yang lewat terseret
arus liar. Manakala ada kesempatan, ia segera melompat, sengaja membiarkan
tubuhnya terdorong arus dan …. Hup …. Dengan gesit tangan-tangannya mencengkram
sebongkah makanan. Kemudian ia masih membiarkan dirinya terseret arus, sampai
akhirnya hinggap di dedaunan dengan tetap mendekap makanannya. Barulah kemudian
dengan santai udang-udang ini menikmati hasil tangkapannya.
Nah, sekalipun hewan ini lemah, lamban, namun siapa
bilang udang tidak berotak?