Sabtu, 14 September 2013

Tempe Goreng

Goreng tempe ternyata ada berbagai gaya. Ada yang di goreng dengan potongan dan irisan tebal yang ndemenake (membuat demen). Ada juga yang irisan yang sedang-sedang saja sehingga tidak cukup hanya makan sepotong. Malah khusus untuk tempe yang kemasannya kecil-kecil ada yang langsung dogoreng tanpa diiris.

Soal kemasan tempe juga cem-macem. Ada yang lonjoran panjang di bungkus daun pisang atau jaman sekarang malah plastik. Untuk kemasan kecil, ada yang dibungkus daun pisang kemudian kertas koran dan diikat oleh merang (tangkai padi). Tapi di daerah Blora, Cepu, Bojonegoro dan sekitarnya para pengrajin tempe mengunakan daun jati untuk membungkus tempe. Di Kediri, Tulung Agung orang menggunakan daun waru atau bahkan daun teratai. Bentuk potongan juga ada yang datar segi empat biasa saja, ada juga yang segi-tiga, dengan salah satu sisinya agak menebal. Ada-ada saja.

Gorengan tempe bisa di disantap begitu saja, sudah enak. Tapi ada juga yang tidak puas bila tidak ditemani oleh cabe rawit yang pedas, yang putih atau yang merah. Bagi pecandu cabe rawit, cabe yang masih berwarna hijau itu bukan cabe. Lho lantas itu apa? Itu kembang cabe, katanya enteng.

Tapi ada juga yang suka menyantap tempe dengan di lelehan kecap. Ada juga yang kurang puas bila kecap tidak dibubuhi irisan cabe. Malah ada yang cabe dan irisan bawang putih di goreng dahulu baru di campurkan ke kecap, kok repot-repot banget. Tapi ada banyak lho yang tempe di-penyetkan ke sambel cabe plus bawang dan tidak boleh ketinggalan minyak jelantah bekas menggoreng tempe itu sendiri. Saya pikir itu hanya terjadi di dapur masa kecil saya, ternyata tempe penyet itu sekarang sangat populer di kota-kota besar. Saya tidak perlu malu.

Bumbu standar tempe goreng ya bawang putih, ketumbar dan garam. Dihaluskan dicairkan oleh air dan tempe yang akan digoreng direndam sejenak. Ada juga yang menambah sedikit tepung beras, sehingga hasil gorengan menjadi agak keras. Tapi bagi yang suka lembut, tepung yang dipakai adalah tepung terigu. Bagi yang di halaman rumah ada jeruk purut, ya boleh di-iris tipis-tipis kemudian ikut dilumatkan dengan bumbu yang lain. Variasi yang lain  boleh juga di tambah irisan tipis daun bawang ditaburkan kedalam jeladren cairan tepung.

Menggoreng tempe bagi koki amatiran seperti saya ini sering hangus. Wah, sayang banget. Tapi kemudian saya menemukan kiat pencegah hangus. Api jangan terlalu besar, kemudian sambil berdzikir, setiap 50 kali hitungan kita membalik tempe, dengan demikian tempe selalu terkontrol tidak keburu hangus. Ampuh juga.


Salam Tempe.

Jumat, 13 September 2013

UJUNG JALAN

Temens,
Ada sebuah buku. Halaman depan buku itu sudah ada, indah. Hari kelahiran kita. Halaman demi halaman sudah di cetak dan sayangnya sudah tidak mungkin di edit lagi. Ada buku yang sangat tebal, berisi lembaran-lembaran beraneka ragam kehidupan kita. Namun ada juga yang sangat tipis, tidak banyak yang bisa kita harus tulis dalam buku kita. Tentu saja tebal tipisnya buku tidak berkaitan dengan indahnya isi buku. Ada yang sekalipun tipis tapi sangat sejuk dibaca, namun ada juga yang tebal tapi sangat menyebalkan saat terbaca.

Temens,
Halaman belakang buku kita adalah tanggal kematian kita. Nah, masih tersisa lembaran dan halaman-halaman yang masih kosong yang menanti tulisan kehidupan yang akan kita jalani. Saya tidak tahu, berapa halaman lagi lembar kosong yang masih ada? Itu rahasia Illahi. Bayangkan, andaikata kita tahu berapa lagi halaman kosong yang masih harus kita jalani. Pastilah lembar-lembar akhir akan kita isi dengan kisah-kisah indah, bahkan mungkin dengan tinta emas. Atau, mungkin karena UJUNG JALAN masih jauh, kita nikmati dahulu sorganya dunia dengan nyaman dan menggemaskan ini.

Temens,

Setiap tahun, kita diingatkan dengan mile-stones, patok-patok ulang tahun. Patok ini semacam signal alarm, bahwa makin berkurang juga lembaran kosong yang masih tersedia. Do’a, tiupan lilin, nasi kuning dan ucapan selamat, semoga makin memperkeras bunyi dering alarm di telinga kita membersihkan patok-patok yang mungkin kusam berdebu terlena oleh nikmat ragawi. Setiap hari 86.400 detik berlalu. Setiap ulang tahun, 31 juta detik kembali telah berlalu. Ya Rabb, ampunilah hamba Mu yang kurang bersyukur dan angkuh ini. Ya Allah, sayangilah hamba Mu yang lemah rendah dan goyah ini … 

Senin, 09 September 2013

Sempoa

Tread mill, atau mesin statis untuk olah raga lari di rumah, menjadi kebutuhan pokok saya di desa. Saat saya masih tinggal di kota, saya tidak pernah terpikir membeli mesin yang mahal ini. Lapangan olah raga yang bagus banyak. Saya juga anggota klub Fitness di sebuah hotel berbintang di dekat rumah. Bahkan  jalan-jalan menyusuri rak-rak penjualan di Hypermarket yang panjang, juga bisa menjadi arena jalan cepat sambil sight-seeing.

Tapi di desa? Lapangan sepak bola memang ada, tapi nyaris tak terawat. Memang saya dulu dengan sukarela menjadi “pemungut sampah” di lapangan itu, tapi sejak lapangan dipakai acara keramaian desa, sampah menumpuk, saya jadi malas. Begitulah, malah di desa, kami memutuskan untuk membeli mesin mahal itu, itupun mencari type yang hampir termurah tapi masih memenuhi syarat untuk kecepatan lari saya. Dengan mesin itu olah raga lari saya menjadi terukur. Berapa km ditempuh, berapa km/jam kecepatan, berapa menit telah dijalani serta berapa kalori yang telah dibakar selama berlari. Bagusnya saya bisa lari kapan saya suka, pagi, siang, sore bahkan malam hari.

Penghalang utama bagi seorang pelari seperti semua maklum adalah malas dan bosan. Melari dengan tread-mill adalah puncak kebosanan. Hanya target-target yang saya sebutkan diatas yang bisa sedikit menjadi penawar bosan. Pernah saya coba dengan melihat TV, tapi tidak nyaman juga. Sekali waktu saya mencoba membaca buku sambil berlari, wah … pusing. Buku kemudian saya lempar.

Seorang teman menasihatkan dengan berdzikir. Dzikir sambil berlari memang selain ibadah, juga buat jaga-jaga, andaikata suatu saat jantung berhenti berdetak, kita meninggal dalam keadaan menyebut asma Allah. Tapi jari tangan kita rasanya sulit untuk menghitung dzikir sampai 500 kali dan hampir tidak mungkin untuk menghitung sampai 1000. Memang buat apa kita menghitung-hitung dzikir kita, apakah Tuhan juga menghitung nikmat yang diberikan kepada kita? Tapi saya temukan bahwa seperti halnya target-target kecepatan, yang akan kita tempuh selama berlari, mengapa juga tidak “memasang” target dzikir?

Belakangan saya menemukan Sempoa (Abascus) bekas kepunyaan anak saya saat masih belajar berhitung. Sempoa saya cantolkan di tembok sebelah tread-mill. Saya kombinasikan setiap lima puluh masih oleh jari tangan kita sendiri, kemudian setiap kelipatan 50 di bantu oleh Sempoa. Ternyata berlari sambil berdzikir yang terukur, menjadi penawar rasa bosan yang sangat efektif. Tidak terasa belasan menit, sampai setengah jam dengan cepat berlalu.

Nah silahkan mencoba apakah target 6,5 km, target 45 menit, target 350 kalori dan target 2500 dzikir anda bisa tercapai dalam berlari hari ini? 



Minggu, 01 September 2013

Bekatul

Ada juga sisi yang membuat prihatin di desa, yakni melihat proses pasca panen padi. Sebagai sumber padi, yang melimpah, desa seharusnya bisa menjadi sumber bekatul yang luar biasa. Tetapi apa yang terjadi? Sejalan dengan kemudahan menggiling beras, lenyaplah sumber zat penuh manfaat yang dihadiahkan alam kepada manusia.

Bekatul atau Rice-bran adalah kulit ari beras, yang terletak diantara butir beras (white) dan kulit padi (hull). Bagian ini adalah bagian yang paling berharga dari seluruh produk bulir padi dan jumlahnya hanya 8 – 12% dari hasil gilingan gabah. Bekatul ini masih melekat pada beras yang kita santap bila proses penggilingan padi masih menggunakan lesung. Namun seiring dengan kemajuan teknologi, gilingan mesin masuk dengan dahsyat ke pelosok-pelosok desa, maka lenyaplah bekatul. Terbuang bersama dengan sisa gabah yang menjadi pakan hewan dengan harga yang super murah.

Orang desa banyak meniru kebiasaan orang kota yang tidak baik, yakni kepengin makan nasi dari beras yang putih berkilat seperti mutiara. Nah lho, jadi beras hanya menjadi karbohidrat, gula, sekedar pengenyang perut. Padahal bekatul, mengandung kalori, kemudian protein dan sedikit karbo hidrat, lemak dan tentu saja serat pangan. Disamping itu, bekatul adalah  sumber alami dari 100 nutrisi penting yang mendukung kesehatan secara keseluruhan termasuk 7 (tujuh)komponen Vitamin E Kompleks, coq-10, Alpha Lipoic Acid, Glutathioine, vitamin B Kompleks, Antioksidan, Karotenoid, Asam Amino Esensial, Asam Lemak Esensial , Enzim, Fosfolipid, Polisakarida dan banyak lagi.

Bagi orang yang sudah berumur, bekatul adalah zat bermanfaat, karena mengandung serat yang tinggi, memperlancar pencernaan, bagi yang berolah raga teratur dapat dirasakan kebugaran yang meningkat dan daya tahan fisik lebih prima. Banyak sekali penyakit yang dapat dihindari oleh bekatul,  diabetes, hypertensi, pengapuran pembuluh darah, libido menurun, serangan jantung dan masih banyak lagi.

Para penggiling jarang yang memiliki bekatul asli yang tanpa tercampur kulit padi, namun untungnya, ada juga yang menjual bekatul khusus untuk diminum, walaupun sulit mencarinya dan mahal harganya. Sayang ya?