Senin, 09 September 2013

Sempoa

Tread mill, atau mesin statis untuk olah raga lari di rumah, menjadi kebutuhan pokok saya di desa. Saat saya masih tinggal di kota, saya tidak pernah terpikir membeli mesin yang mahal ini. Lapangan olah raga yang bagus banyak. Saya juga anggota klub Fitness di sebuah hotel berbintang di dekat rumah. Bahkan  jalan-jalan menyusuri rak-rak penjualan di Hypermarket yang panjang, juga bisa menjadi arena jalan cepat sambil sight-seeing.

Tapi di desa? Lapangan sepak bola memang ada, tapi nyaris tak terawat. Memang saya dulu dengan sukarela menjadi “pemungut sampah” di lapangan itu, tapi sejak lapangan dipakai acara keramaian desa, sampah menumpuk, saya jadi malas. Begitulah, malah di desa, kami memutuskan untuk membeli mesin mahal itu, itupun mencari type yang hampir termurah tapi masih memenuhi syarat untuk kecepatan lari saya. Dengan mesin itu olah raga lari saya menjadi terukur. Berapa km ditempuh, berapa km/jam kecepatan, berapa menit telah dijalani serta berapa kalori yang telah dibakar selama berlari. Bagusnya saya bisa lari kapan saya suka, pagi, siang, sore bahkan malam hari.

Penghalang utama bagi seorang pelari seperti semua maklum adalah malas dan bosan. Melari dengan tread-mill adalah puncak kebosanan. Hanya target-target yang saya sebutkan diatas yang bisa sedikit menjadi penawar bosan. Pernah saya coba dengan melihat TV, tapi tidak nyaman juga. Sekali waktu saya mencoba membaca buku sambil berlari, wah … pusing. Buku kemudian saya lempar.

Seorang teman menasihatkan dengan berdzikir. Dzikir sambil berlari memang selain ibadah, juga buat jaga-jaga, andaikata suatu saat jantung berhenti berdetak, kita meninggal dalam keadaan menyebut asma Allah. Tapi jari tangan kita rasanya sulit untuk menghitung dzikir sampai 500 kali dan hampir tidak mungkin untuk menghitung sampai 1000. Memang buat apa kita menghitung-hitung dzikir kita, apakah Tuhan juga menghitung nikmat yang diberikan kepada kita? Tapi saya temukan bahwa seperti halnya target-target kecepatan, yang akan kita tempuh selama berlari, mengapa juga tidak “memasang” target dzikir?

Belakangan saya menemukan Sempoa (Abascus) bekas kepunyaan anak saya saat masih belajar berhitung. Sempoa saya cantolkan di tembok sebelah tread-mill. Saya kombinasikan setiap lima puluh masih oleh jari tangan kita sendiri, kemudian setiap kelipatan 50 di bantu oleh Sempoa. Ternyata berlari sambil berdzikir yang terukur, menjadi penawar rasa bosan yang sangat efektif. Tidak terasa belasan menit, sampai setengah jam dengan cepat berlalu.

Nah silahkan mencoba apakah target 6,5 km, target 45 menit, target 350 kalori dan target 2500 dzikir anda bisa tercapai dalam berlari hari ini? 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar