Jumat, 14 Februari 2014

Hujan Abu

Sudah lama sekali saya tidak mengalami hujan abu. Terakhir saya “menikmati” hujan abu dari Gunung Galunggung di Bandung. Tapi, bagi warga desa saya, di kaki gunung Merapi, hujan abu adalah hal yang tidak asing, sekalipun hujan abu kali ini, Jum’at tanggal 14 Pebruari 2014 dari Gunung Kelud, terbilang cukup besar.

Saya sadari hujan abu ini saat saya selesai sholat subuh, turun dari Mushola. Kok pemandangan di halaman memutih, tidak seperti biasanya. Ketika saya memandang ke langit, dengan bantuan sinar lampu neon mushola, kepyur…. saya melihat butiran-butiran debu halus, mata saya langsung klilipen (kemasukan debu).

Segera saya membangunkan istri dan anak-anak saya. Nah, mulai-lah kesibukan prosesi menyambut hujan abu dimulai. Pertama tentu saja, saya harus membersihkan mata saya. Saya dilarang keras mengucek-kucek mata, karena butiran debu volcanic mengandung silikat yang tajam dan bisa melukai lensa mata. Saya di minta membasuh mata dalam genangan air di telapak tangan. Kemudian saya harus mengamankan mobil saya dari goresan debu. Bagian yang tidak tertutup atap, harus saya bungkus plastik, seadanya. Jendela dan pintu harus tetap tertutup rapat. Pompa air dihidupkan agar tanki air selalu terjaga penuh.

Suasana yang sepi dan aneh. Jalan-jalan lengang dan putih. Genting dan dedaunan berwarna putih. Pelepah pisang pada patah. Kebun cabe, semaian sayuran, pelepah pohon salak menunduk keberatan menahan beban debu. Pohon-pohon rambutan yang saat itu sedang lebat-lebatnya berbuah, tidak tampak cantik ranum seperti biasanya, putih. Suasana sepi mencekam. Saya membayangkan mungkin bila manusia mendarat di salah satu planet diluar bumi, beginilah pemandangannya. Anak-anak sekolah di beritahu lewat sms yang berantai untuk tidak perlu datang ke sekolah, alias libur. Mereka tidak tampak senang karena libur, karena toch tidak bisa berbuat apa-apa di rumah.


Semua putih, sampai kolam ikan pun airnya keruh. Ikan-ikan megap-megap di permukaan kebingungan menghirup udara yang tidak segar. Beruntung, listrik tidak padam, sehingga penghuni rumah merubung televisi, yang ternyata sejak tengah malam telah memberitakan musibah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar