Sabtu, 15 Juni 2013

Buntil

Bermula dari rasa penasaran, mengapa saya selalu mendapatkan buntil yang daun pembungkusnya jauh lebih tebal dari isinya. Isi parutan kelapa yang lezat itu hanya secuil kecil. Kemudian saya membaca dari buku masak, resep membikin buntil. Bahan-bahannya ternyata ada di sekitar rumah.

Kelapa yang tidak tua, saya mendapat sumbangan dari mBah Udi, tetangga sebelah. Sedangkan daun talas sesungguhnya tumbuh lebat di kebun di belakang rumah, namun menurut petunjuk kita harus menggunakan daun talas yang tumbuh di sawah. Mengapa? Karena daun talas yang terjemur matahari sepanjang hari akan lenyap zat sumber gatalnya.

Nah, acara jalan pagi saya kali ini adalah menyusur pematang sawah. Ternyata tidak sulit untuk mendapatkan daun talas di sawah. Daun itu tumbuh liar di sepanjang selokan-selokan kecil di sawah, bahkan juga sepanjang pinggiran jalan desa di pinggir sawah.

Proses menggarap buntil ternyata tidak sesulit yang saya perkirakan. Memasak buntil melalui dua tahap. Tahap pertama adalah mengukus buntilnya dan tahap kedua memasak dalam rendaman kuahnya. Sekedar tip, daun buntil harus dijemur terlebih dahulu agar tidak terlalu kaku dan sebaiknya ketebalan bungkusnya harus cukup kuat, karena isi parutan kelapa akan sedikit mengembang saat dikukus. Lapisan daun talas yang terlalu tipis akan sobek didesak oleh parutan kelapa. Dalam buku resep disarankan beberapa buntil yang siap kukus, dibungkus kembali dalam daun pisang.

Yang saya masih belum mengerti bagaimana cara mencuci daun talas? Diguyur air sebanyak-banyaknyapun akan licin tak berbekas.

2 komentar:

  1. Pak Sadhono.

    Waktu saya kecil dulu, seingat saya, penjual buntil di pasar dekat rumah, selain jual buntil juga jual "brubus". Mnrt perasaan saya dimasa itu, brubus lebih enak dibanding buntil.

    Di Yogya, skrg masih ada org jual brubus nggak ya pak..? Barangkali tau..

    Matur nuwun...

    BalasHapus