Minggu, 23 Juni 2013

Lapangan

Ketika saya menemukan sebuah lapangan sepakbola di belakang kantor desa, saya merasa sangat senang. Rezeki besar. Sudah lama saya mencari tempat berlari pagi yang nyaman, jauh dari rumah penduduk, sepi dan tidak menarik perhatian.

Sewaktu tinggal di kota besar, jogging saya tidak pernah terputus. Di jalan-jalan, di lapangan atau di fitness center orang berlari adalah pemandangan yang sangat biasa. Bagi saya lari sudah menjadi kebutuhan, seperti halnya makan dan tidur, kalau tidak lari, badan malah menjadi lesu. Nah setelah tinggal di desa, saya kerepotan. Serba sungkan. Lari di jalan-jalan di desa sangat menarik perhatian dan tentu menjadi tontonan dan rerasan. Lari di pematang sawah, sesungguhnya segar dan menyenangkan, tapi juga tidak lazim, orang semua kerja di sawah, saya malah berlari seperti orang tidak waras yang kurang kerjaan.
 
Nah, lapangan bola yang saya temukan adalah solusi saya. Tiap pagi saya lari tanpa alas kaki, di lapangan rumput yang berlapis embun. Lapangan yang berbatasan dengan pagar kantor desa dan dikelilingi sawah ini memang tempat yang ideal untuk berlari. Saya bebas berlari tanpa menarik perhatian dan tanpa sungkan.

Lapangan itu semula memang agak kotor. Setiap pagi saya dengan berbekal plastic kresek, mengumpulkan kotoran. Setiap kotoran, plastik, bekas sobekan sepatu atau bola, botol, pembungkus permen, plester bahkan kondom saya pungut dengan telaten. Sepotong plastic kecilpun tidak luput dari mata saya, bersih. Setelah sekitar dua bulan lapangan tersebut betul-betul bersih dan membanggakan diri saya sendiri. Saya membeli dua buah beton buis besar untuk tempat sampah dan saya pasang spanduk, anjuran untuk menjaga kebersihan dan keindahan lapangan.

Sampai pada suatu saat saya membaca sebuah banner besar melintang di jalan masuk lapangan. Undangan untuk menghadiri sebuah acara yang menghadirkan pembicara kondang dari luar kota yang akan diadakan di lapangan. Sebuah panggung dan tenda telah disiapkan di sisi lapangan.

Wah? Bencana ! acara seperti ini tentu akan menyedot ribuan pengunjung baik dari desa sendiri maupun dari luar desa. Pedagang makanan dan minuman pasti akan tumplek-blek dan saya tidak bisa membayangkan betapa banyak sampahnya. Begitulah, apa yang saya khawatirkan ternyata terjadi juga. Sampah luar biasa banyaknya, jauh lebih kotor dari yang awal saya temukan. Lapangan seolah menjadi tempat sampah. Banner yang saya pasang menjadi seolah sindiran, beberapa hari kemudian malah ada orang yang mencoret banner saya dengan cat pilok hitam.

Saya betul-betul patah arang dan saya putuskan untuk membeli sebuah tread-mill. Barang yang di kota besar tidak saya butuhkan, di desa menjadi kebutuhan utama saya. Sekarang saya berlari di rumah saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar