Jumat, 14 Juni 2013

Sawah

Saya tidak mampu membayangkan bila makanan pokok kita ini bukan nasi. Umpama makanan kita ubi atau gandum, maka landscape desa saya tentu berbeda, sawah pasti tidak secantik seperti saat ini.

Tumbuhan padi membutuhkan air. Sehingga menanam padi mengharuskan petani membuat sawah, dimana air dialirkan pada jumlah tertentu dan pada masa tertentu tidak lebih dan tidak kurang. Sawah memerlukan pematang, untuk menahan air dan yang kita patut bersyukur, air itu permukaannya datar. Sehingga sawah selalu datar. Manakala kontur tanahnya berbukit, maka orang membuat sawah bertingkat-tingkat dan selalu datar. Pemandangan makin cantik lagi. Itulah sebabnya negeri kita beruntung, memiliki banyak sawah yang datar. Pada saat padi tumbuh, sejauh mata memandang hamparan permadani hijau menyejukan mata kita.

Sawah berbeda dengan ladang. Sawah memerlukan pengolahan yang lebih berat. Sebelum ditanam tanah di sawah perlu di lembutkan dahulu menyerupai bubur, agar akar benih padi yang sangat lembut mampu mencengkeram. Pekerjaan membajak itu berat, sering kali perlu bantuan sapi atau saat ini traktor. Saat padi mulai remaja, perlu disiangi agar tidak berebut makanan dengan rumput. Saat bulir padi mulai menyembul, pekerjaan makin berat lagi, selain air tidak boleh berhenti, juga perlu dijaga agar penjarah seperti burung atau tikus tidak meraja-lela. Saat panen, pengolahan bulir padi sampai menjadi beras, perlu lagi kerja keras. Pekerjaan pak Tani kayaknya tak ada henti-hentinya.

Kadang-kadang saat saya berdiri di pematang, mencoba merenungkan sudah berapa ribu kali padi ditanam di sawah yang sedang saya injak ini. Mungkin usia sawah ini sudah lebih dari seribu tahun dan selalu, terus menerus menghasilkan padi dan nasi. Tidak pernah berhenti. Dari lubuk hati yang paling dalam, saya berterima kasih kepada leluhur kita yang telah menemukan padi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar